Sabtu, 10 Desember 2016

SERI BUMI DATAR? BAGIAN 20 : WAKTU SHALAT 212




Teknik menentukan masuknya waktu shalat ternyata tidak serumit yang kita bayangkan.  Teknik ini biasa digunakan oleh badan rukyat hisab untuk menentukan waktu shalat sebagai pedoman bagi umat.   Pada dasarnya untuk menentukan masuknya waktu shalat dengan dua cara yaitu rukyat dan hisab.  Rukyat artinya melihat langsung gejala alam dalam hal ini adalah ketinggian matahari sebagai penentu masuknya waktu shalat.  Sedangkan hisab artinya memperkirakan ketinggian matahari dengan hitungan menggunakan rumus-rumus astronomi.

            Menentukan masuknya waktu shalat secara rukyat bukanlah hal yang mudah.  Setiap saat hendak melakukan shalat kita harus melihat langsung posisi matahari.  Tentu ini sangat merepotkan, apalagi jika kondisi cuaca sedang mendung.  Untuk itu digunakanlah teknik hisab agar setiap hendak shalat kita tidak perlu melihat langsung matahari tapi cukup melihat tabel waktu shalat yang sudah ditetapkan secara resmi oleh badan rukyat hisab negara.

            Langkah-langkah umum yang biasa dilakukan untuk menentukan masuknya waktu shalat dengan menggunakan hisab adalah sebagai berikut,

  1.  Menetapkan kriteria awal waktu shalat dengan dasar ketinggian matahari
  2. Melakukan koreksi ketinggian matahari bila diperlukan
  3. Menghitung sudut waktu matahari dari data ketinggian matahari dan mengubahnya menjadi waktu pertengahan.
  4. Mengubah waktu pertengahan ke waktu hakiki
  5.  Menginterpolasi waktu hakiki ke waktu lokal
  6. Menambahkan ihtiyat.

Pada pembahasan kali ini saya mencoba menjelaskan langkah-langkah tersebut.  Saya mengambil contoh waktu shalat di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2016 atau disingkat 212.  Beberapa tabel saya buat menggunakan Excel dengan rumus-rumus yang saya cantumkan. 

I Menetapkan kriteria awal waktu shalat

Ketinggian matahari bagi pengamat di bumi adalah sudut yang dibentuk oleh bidang datar tempat pengamat berada dengan matahari.  Tinggi matahari dilambangkan dengan huruf h.  Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut.


Awal waktu shalat ditentukan oleh ketinggian matahari.  Kriteria ketinggian matahari pada awal shalat lima waktu adalah sebagai berikut.

Waktu Shubuh
Menurut hadits waktu shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq sampai terbitnya matahari. Di dalam Al-Quran secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya bintang-bintang (Q.S. 50:40).  Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI menetapkan ketinggian matahari waktu subuh adalah 110o di sebelah ufuk timur atau -20 o.

Waktu Dzuhur
            Awal waktu dzuhur dirumuskan sejak seluruh lingkaran matahari meninggalkan meridian (garis bujur tempat di mana kita berada), biasanya ditambah sekitar 2 menit.

Waktu Ashar
            Waktu Ashar ialah ketika bayangan suatu benda sama dengan panjang bendanya ditambah dengan bayangan benda pada waktu dzuhur. Badan Hisab dan Ru’yat Departemen Agama RI menggunakan rumusan : panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu dzhuhur + tinggi bendanya; tan(za) = tan (zd) + 1

Waktu Maghrib dan terbit
            Waktu maghrib berarti saat terbenamnya matahari. Matahari terbit atau berbenam didefinisikan saat ketinggian matahari berada -1o dari ufuk barat saat terbenam atau dari ufuk timur saat terbit.

Waktu Isya’
Waktu isya ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat.  Pada saat demikian matahari berada di bawah ufuk barat 18o.


II Melakukan koreksi ketinggian matahari bila diperlukan

Ada tiga hal yang perlu dilakukan koreksi.

Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat dari permukaan air laut mempengaruhi langsung kerendahan ufuk.  Ikhtilaful ufuk adalah perbedaan kerendahan ufuk sebenarnya (ufuk hakiki) dengan ufuk yang terlihat oleh seorang  pengamat (ufuk mar’i) karena ketinggian tempat pengamat. Dalam astronomi ini disebut dip.  Dip dirumuskan dengan dip = 1,76’ √tinggi tempat dari permukaan laut (meter).

Misal suatu tempat memiliki ketinggian 100 m dpl.  Maka sudut dipnya adalah 1,76’ x √100 = 17,6’ atau 0,29o.

Satuan sudut adalah derajat (o), menit (‘) dan detik (“).  1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60 detik.  Misalnya sudut dinyatakan dalam 6o 30’ (6 derajat 30 menit) bisa kita ubah menjadi 6,5o

Untuk daerah yang tidak terlalu tinggi nilai dip ini tidak memiliki pengaruh yang berarti  terhadap ketinggian matahari.  Namun untuk daerah pegunungan,  sebaiknya nilai dip ini diperhitungkan sebagai faktor koreksi terutama untuk waktu maghrib.


Refraksi

Refraksi atau pembiasan adalah pembelokan arah cahaya akibat cahaya melewati medium yang berbeda kerapatan.  Refraksi dapat mempengaruhi pengamatan terhadap ketinggian matahari.  Harga refraksi terbesar terjadi ketika matahari sedang terbenam yaitu 34’ 30” atau sekitar 0,6 derajat.

Harga refraksi ini dapat diperoleh dengan pendekatan rumus:
Refraksi= 0,0695 : tan (h+10,3:(h+5,1255))
Dengan h adalah ketinggian matahari

Harga refraksi juga dapat dilihat pada daftar lampiran Almanak Nautika atau lampiran Ephimeris Hisab Rukyat.

Semi Diameter
Semi diameter adalah piringan setengah lingkaran matahari pada saat hendak terbenam.  Semi diameter sebaiknya diperhitungkan saat menentukan waktu maghrib karena ketinggian matahari diukur terhadap pusat lingkaran matahari jadi sisa separuh lingkarannya belum diperhitungkan.  Artinya setengah lingkaran ini harus benar-benar sudah terbenam.  Nilai semi diameter ini adalah 15’ 47”.


III Menghitung sudut waktu matahari

Bujur 

Garis bujur adalah garis-garis khayal pada bola bumi yang membujur dari kutub utara bumi ke kutub selatan bumi mengikuti lengkungan bumi.  Jumlah garis bujur adalah tak berhingga. Jarak antar garis bujur dinyatakan dalam derajat.  Garis bujur 0 adalah garis bujur yang melalui kota Greenwich.  Di sebalah timur kota Greenwich dinyatakan sebagai Bujur Timur yang besarnya dari 0 – 180 derajat BT, sedangkan di sebelah baratnya dinyatakan sebagai bujur barat besarnya 0-180 derajat BB.  Perbedaan waktu di setiap tempat di bumi ditandai dengan perbedaan bujur letak tempat tersebut.  Setiap perbedaan 15 derajat berarti berbeda 1 jam.  Biasanya dalam notasi matematika bujur di lambangkan dengan ƛ (lambda).


Lintang

Garis lintang adalah garis-garis khayal pada bola bumi yang melintang seolah-olah memotong-motong bola bumi seperti kita memotong kentang tipis-tipis.  Garis lintang 0 adalah garis katulistiwa.  Di sebelah utara katulistiwa disebut lintang utara besarnya 0 – 90 derajat LU, sedangkan di sebelah selatan disebut lintang selatan besarnya 0 – 90 derajat LS.  Dalam notasi matematika lintang dilambangkan dengan Ф.  Di dalam rumus biasanya untuk lintang selatan bertanda negatif dan lintang utara positif.


Perpaduan atau pertemuan garis bujur dan garis lintang di permukaan bola bumi menyatakan letak suatu koordinat atau suatu tempat di bumi.  Misalnya Jakarta pusat memiliki koordinat  6o 12’ LS 106o 50’ BT, artinya Jakarta pusat berada di sebelah selatan katulistiwa sebesar 6 derajat 12 menit dan di sebelah timur kota Greenwich sebesar 106 derajat 50 menit. 

Deklinasi Matahari

Deklinasi matahari adalah sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang katulistiwa akibat bergesernya posisi matahari dari katulistiwa ke sebelah utara atau selatan secara periodik dalam waktu 365 hari atau 1 tahun.  Deklinasi disebabkan oleh miringnya sumbu rotasi bumi sebesar 23,5 derajat terhadap bidang edar revolusinya. 


 Deklinasi dilambangkan dengan δ. Periode deklinasi matahari digambarkan dalam grafik berikut.


Rumus untuk menentukan besarnya sudut deklinasi adalah 


Dengan N adalah bilangan hari yang dihitung dari tanggal 1 Januari. Misalnya pada tanggal 2 Desember 2016 (212) berarti N=337.   Dengan menggunakan rumus tersebut, sudut deklinasi yang terjadi pada 212 adalah -22,32526 derajat atau  – 22o 19’ 31”.  Sudut deklinasi bernilai positif jika matahari di sebelah utara katulistiwa dan bernilai negatif jika matahari di sebelah selatan katulistiwa.

Sudut waktu matahari

Sudut waktu matahari atau dalam Bahasa inggris disebut hour angle adalah sudut yang dibentuk oleh bidang bujur di mana posisi kita berada dengan bidang bujur di mana matahari berada.  Misalkan saat ini kita berada di Jakarta dengan bujur 106 derajat, jika posisi matahari saat ini tepat berada di atas bujur 80 derajat, berarti sudut waktu matahari bagi kita adalah 26 derajat.  Sudut waktu dilambangkan dengan t.

Mari kita mencoba menghitung sudut waktu matahari pada 212 di Jakarta untuk awal masuknya waktu ashar.  Data astronomi 212 saat awal ashar adalah sebagai berikut,

δ = -22,32526 derajat
Ф = - 6,2 derajat (LS bertanda -)

            Kriteria tinggi matahari saat awal ashar adalah jika panjang bayangan sama dengan tinggi benda ditambah panjang bayangan  saat dhuhur.  Dengan demikian tinggi matahari saat ashar tidaklah tetap bergantung sudut deklinasi matahari. Rumus untuk menghitung tinggi matahari saat ashar adalah,



Dengan menggunakan rumus tersebut maka ketinggian matahari saat awal ashar adalah 

h=37,77856 derajat

Sedangkan rumus untuk menghitung sudut waktu matahari adalah


Dengan menggunakan rumus tersebut kita dapatkan sudut waktu matahari sebesar t = 51,61937 derajat. Sudut waktu matahari harus diubah ke bentuk waktu dengan cara membagi 15 dalam satuan jam, atau dikali 4 dalam satuan menit.  Setelah kita ubah dalam satuan waktu menjadi 3 jam 26 menit 28 detik.  Ini adalah waktu selepas jam 12:00 dalam waktu pertengahan, sehingga saat itu menunjukkan pukul 15:26:28 pada waktu pertengahan (mean time).  Apa yang dimaksud dengan waktu pertengahan akan kita bahas selanjutnya.


IV Mengubah Waktu pertengahan ke waktu hakiki

Equation of time (perata waktu e)

            Satu hari bagi manusia di bumi adalah waktu yang diperlukan suatu lokasi menghadap arah yang sama kembali terhadap matahari.   Lamanya satu hari bagi manusia di bumi adalah 24 jam.  Ini berbeda dengan konsep satu hari sidereal di mana bumi melakukan rotasi sebesar 360 derajat.  Waktu yang diperlukan bumi berotasi 360 derajat adalah 23 jam 56 menit 4,09054 detik. Perbedaan ini terjadi karena bumi juga melakukan revolusi terhadap matahari.
Perhatikan gambar berikut


Satu hari sidereal adalah ketika titik A kembali ke titik A’ akibat rotasi bumi 360 derajat.  Sedangkan satu hari bagi manusia di bumi adalah ketika titik A kembali ke titik A”.

Sekarang mari kita anggap di titik A dan garis bujur yang melalui titik A sedang tepat jam 12:00.  Saat itu berarti matahari sedang berkulminasi di titik A dan di bujur yang melalui titik A.  Setelah bumi melakukan rotasi dan revolusi selama 24 jam maka bumi akan berpindah dari titik B ke titik C karena revolusi dan akibat rotasi titik A menjadi titik A”.  Pada saat itu waktu di titik A” adalah sama dengan di A yaitu tepat jam 12:00.

Jika kita asumsikan lintasan revolusi bumi berbentuk lingkaran sempurna maka setelah berotasi dan berevolusi selama 24 jam titik A selalu menunjukkan pukul 12:00,  dan panjang lintasan B-C selalu sama dari hari ke hari.  Namun pada kenyataannya lintasan revolusi bumi berbentuk ellips dan matahari berada pada salah satu titik fokusnya.  Akibat lintasan bumi mengelilingi matahari yang berbentuk ellips maka kecepatan bumi mengelilingi matahari berubah-ubah sesuai dengan hukum keppler.  Akibatnya panjang lintasan B-C akan selalu berubah dari hari ke hari dan setelah bumi berotasi 24 jam titik A tidak selalu menunjukkan pukul 12:00, terkadang kurang dan terkadang lebih.

Untuk memudahkan perhitungan dibuatlah waktu pertengahan (mean time) di mana titik A selalu menunjukkan pukul 12:00 setelah berotasi 24 jam.  Waktu pertengahan ini mengasumsikan bahwa bumi mengelilingi matahari dalam lintasan lingkaran sempurna dan matahari terletak di pusat lingkaran.  

            Perbedaan waktu di titik A yang sebenarnya (waktu hakiki) dengan waktu pertengahan yaitu pukul 12:00 disebut dengan Equation of time atau perata waktu dilambangkan dengan huruf e kecil.  Jika e bernilai positif berarti kulminasi di titik A terjadi sebelum jam 12:00, sedangkan bila bernilai negatif berarti kulminasi di titik A terjadi sesudah jam 12:00.  Variasi nilai perata waktu ini mengalami periodisasi selama 1 tahun dan memiliki grafik seperti berikut ini,



Nilai equation of time dapat dicari dengan rumus sebagai berikut


Dengan N adalah bilangan hari yang dihitung dari tanggal 1 januari.  Misalkan pada 212 berarti N=337 dan jika dimasukan ke rumus akan mendapat x = 331,1777 derajat.  Jika nilai x dimasukan ke dalam rumus e didapatkan nilai e= 9,709825974 menit, atau 9 menit 42 detik.  Ini berarti waktu sebenarnya harus dikurangi nilai e.

Rumus untuk mendapatkan waktu hakiki adalah
Waktu hakiki = waktu pertengahan – equation of time

Jadi awal waktu ashar 212 yang kita dapatkan sebelumnya 15:26:28 harus dikurangi equation of time menjadi 15:16:46.


V Menginterpolasi waktu hakiki ke waktu lokal
Waktu yang kita dapatkan di atas adalah waktu yang berlaku pada bujur wilayah yaitu bujur dengan angka 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135 dst.  Untuk wilayah Indonesia bagian barat berlaku WIB di bujur 105.  Jadi untuk bujur di sekitarnya harus diinterpolasi dengan rumus,


Jakarta pusat memiliki koordinat pada bujur 106o 50’ atau 106.83 derajat.  Jika kita masukan ke rumus untuk bujur wilayah 105 kita dapatkan angka 7 menit 20 detik.  Karena posisi Jakarta di sebelah timur bujur 105 o berarti waktu yang kita dapatkan sebelumnya harus dikurangi nilai interpolasi.  Waktu ashar 212 menjadi 15:09:26.


VI Menambahkan Ikhtiyath

Penambahan ikhtiyath atau waktu pengaman diperlukan untuk lebih meyakinkan bahwa awal waktu shalat benar-benar sudah masuk.  Dan juga sekaligus untuk menghindari waktu shalat yang dilarang, misalnya saat matarahi tepat sedang terbenam.  Penambahan waktu pengaman juga agar waktu yang didapat bisa dipergunakan untuk wilayah sekitarnya.  Makanya kita sering mendengar atau membaca waktu shalat untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.  Penambahan ikhtiyaht sebesar 2 menit berlaku untuk semua waktu shalat, kecuali terbit matahari harus dikurangi 2 menit.  

Dengan memasukan ikhtiyath, awal waktu shalat ashar di Jakarta pada 212 adalah 15:11:26 WIB.  Inilah awal waktu shalat ashar yang sebenarnya di Jakarta pada 212.

Nah sampai di sini semoga sahabat sudah bisa memahami teknik menentukan awal waktu shalat.


Lima Waktu Shalat Pada 212 di Jakarta

Sekarang saya tunjukan hasil perhitungan  untuk  lima waktu shalat dan terbit matahari pada 212 di Jakarta.  Pada perhitungan ini saya tidak memperhitungkan faktor koreksi.  Khusus waktu maghrib ketinggian matahari adalah -1 derajat yang mungkin sebenarnya sudah memperhitungkan refraksi dan semi diameter.
Dari kriteria masuknya awal waktu shalat berdasarkan ketinggian matahari kita dapatkan tabel sudut waktu matahari sebagai berikut,



Tabel waktu yang menunjukan waktu pertengahan adalah sebagai berikut,


Diubah ke waktu hakiki dengan cara dikurangi equation of time sebesar 9 menit 42 detik menjadi,



Selanjutnya diinterpolasi untuk bujur Jakarta 106o 50’ dengan pengurangan sebesar 7 menit 20 detik menjadi,



Dan terakhir ditambahkan ihtiyat sebesar 2 menit untuk semua waktu shalat dan dikurangi 2 menit untuk waktu terbit matahari.


Nah itulah lima awal waktu shalat di Jakarta pada 212.


Membuktikan bumi bulat

      Jadwal waktu shalat yang dibuat oleh badan-badan resmi atau ormas atau perorangan di suatu negara adalah hasil dari hisab yang berdasarkan pada rumus-rumus yang sudah dijelaskan di atas.  Rumus-rumus tersebut memasukan parameter atau variable berdasarkan pada bentuk bumi yang bulat ditandai dengan adanya variabel lintang dan bujur, berotasi dan berevolusi terhadap matahari dalam lintasan ellips ditandai dengan sudut deklinasi dan equation of time.  Rumus tersebut juga memasukan asumsi bahwa jarak matahari adalah sangat jauh sehingga cahaya yang sampai ke bumi dianggap sejajar.

    Bagi sahabat dan saudara saya sesama muslim yang masih mempercayai bumi berbentuk datar tentu harus mempertimbangkan kembali jadwal shalat yang ada selama ini.  Atau sebaiknya lakukan saja hisab sendiri dengan asumsi bumi berbentuk datar, atau kalau belum mampu sebaiknya lakukan rukyatusyam sendiri setiap hendak shalat, itupun jika tidak mendung.  Tentu menjadi aneh bila sahabat tidak percaya  dengan bumi bulat tetapi waktu shalat masih berdasar bumi bulat.  Padahal syarat sahnya shalat adalah mengetahui masuknya waktu shalat.

     Rumus-rumus yang sudah dijelaskan di atas berlaku umum di seluruh permukaan bumi.  Terbukti waktu shalat yang sudah dibuat dengan rumus-rumus tersebut sangat akurat dan sampai saat ini tidak ada umat yang keberatan.  Bahkan rumus-rumus ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat.
Bila sahabat masih belum yakin bahwa bumi berbentuk bulat silakan sahabat gunakan rumus tersebut.  Silakan ikuti langkah-langkah berikut ini,



  • Ukur ketinggian matahari di suatu tempat yang sudah diketahui lintang dan bujurnya pada tanggal tertentu dan jam tertentu misalnya jam 2 siang.
  • Sebaiknya dilakukan di tempat yang tidak terlalu tinggi dari permukaan air laut.  Atau bila tempatnya tinggi dari permukaan air laut, gunakan rumus koreksi ketinggian tempat.
  • Mengukur ketinggian matahari cukup dengan bayangan tongkat. Lalu gunakan rumus tangen, pastikan permukaan tanah untuk menancapkan tongkat adalah datar (gunakan waterpass atau selang air seperti tukang bangunan)
  • Dengan data ketinggian matahari yang sudah didapatkan gunakan rumus-rumus tersebut di atas untuk menghitung jam berapa saat itu. 
  •  Buktikan hasilnya apa benar saat itu jam 2 siang
  • Silakan sahabat buktikan.  Bila hasilnya meleset monggo silakan tidak percaya jika bumi berbentuk bulat. 


Pengakuan Percobaan Jarak matahari versi bumi datar

Saya menemukan pengakuan percobaan mengukur jarak matahari di komunitas bumi datar.  Percobaan ini sangat sederhana yaitu mengukur panjang bayangan tongkat di kota Surabaya saat terjadi kulminasi matahari di tugu Pontianak.  Saat terjadi kulminasi di kota Pontianak berarti deklinasi matahari adalah nol karena Pontianak berada di Katulistiwa.  

Penggemar bumi datar mengaku melakukan percobaan mengukur bayangan tongkat setinggi 117 cm dengan hasil panjang bayangan 22,9 cm.  Jarak Pontianak dengan Surabaya adalah sekitar 900 km.  Karena bumi dianggap datar maka dengan rumus trigonometri atau rumus segitiga sebangun diperoleh jarak matahari dengan bumi sekitar 4600 km.  Dengan rumus segitiga sebangun jarak matahari = 117*900/22,9 km.


Jika kita hitung ketinggian matahari yang didapatkan pada percobaan itu  dengan rumus tangen.  

Tan (h) = 117/22,9  hasilnya  h = 78,9 derajat.
Jadi menurut percobaan ini ketinggian matahari di Surabaya saat matahari berkulminasi di kota Pontianak adalah 78,9 derajat.
Sekarang mari kita gunakan rumus-rumus untuk menentukan waktu shalat di atas, benarkah ketinggian matahari saat itu adalah 78,9 derajat?


Data astronomi
Pontianak
0o 02’ 24” LU - 0 o 01’ 37” LS
109 o 16’ 25” - 109 o 23’ 04” BT

Surabaya
7o 16’ - 7 o 26’ LS
112 o 43’ - 112 o 71’ BT

Saat terjadi kulminasi di tugu Pontianak berarti sudut deklinasi adalah nol, δ = 0.  Sudut waktu matahari di kota Surabaya saat kulminasi di Pontianak adalah sebesar perbedaan bujur Pontianak dan Surabaya yaitu sekitar 3o 27’ (3 derajat 27 menit) atau t = 3,45 derajat. 

Dengan menggunakan rumus sudut waktu, untuk δ = 0 (tan 0 = 0, dan cos 0 =1, Ф = lintang Surabaya) kita dapatkan,
cos t = sin h / cos Ф
sin h = cos t * cos Ф
h = arcsin (cos t * cos Ф)
h = arcsin (cos 3.45 * cos (-7,36))
h = arcsin (0.99)
h = 81,9 derajat.

Perhatikan ada perbedaan hasil yang sangat signifikan sekitar 3 derajat.  Ini benar-benar sangat fatal, jika menggunakan rumus tersebut panjang bayangan tongkat seharusnya adalah sekitar 16,7 cm. (panjang bayangan = 117/Tan(81.9)).  Ada perbedaan hasil  6,2 cm.  Angka ini sangat besar bagi ketelitian dalam suatu percobaan. Kemungkinan sangat kecil terjadi bila percobaan dilakukan dengan benar.  Inilah percobaan kesekian dari penggemar bumi datar yang sangat-sangat tidak ilmiah.  Silakan sahabat tanyakan kepada pelaku percobaan mengapa hasilnya bisa seperti itu.

Jika kita menggunakan angka 16,7 cm untuk menghitung jarak matahari pada versi bumi datar kita dapatkan 6300 km (900 km * 22,7/16,7).  Hasilnya membantah sendiri teori jarak matahari yang tidak lebih dari 5000 km.  

Rumus sudut waktu (t)  digunakan untuk menghisab awal waktu shalat, jika rumus tersebut salah berarti waktu shalat kita juga salah. Mau dibuktikan…. Monggo.  

Puluhan hingga ratusan juta manusia cerdas ada di dunia ini.  Kesalahan dalam sains baik disengaja maupun tidak disengaja akan sangat cepat diketahui dan dikoreksi.  Jadi lupakanlah teori “kebohongan sains dilakukan elit global”.  Itu hanya teori aneh yang sangat menghina manusia-manusia cerdas di dunia ini.  

Jika kita faham hadist mutawatir maka kita bisa berfikir tidak mungkin kebohongan kompak dilakukan oleh puluhan hingga ratusan juta manusia di seluruh dunia dengan latar belakang yang berbeda-beda.  Jadi berfikirlah dengan bijaksana.






4 komentar:

Haze Skw mengatakan...

izin copy untuk dokumen pribadi ya pak..

ILMU KUCARI mengatakan...

Ya silakan.
Mudah-mudahan berguna,
Ini bukan satu-satunya metode hisab, ada rumus dengan pendekatan yang lebih akurat. Misalnya rumus untuk menentukan equation of time yang lebih akurat dsb. Namun intinya metode hisab, menggunakan astronomi dengan pandangan bentuk alam semesta yang saat ini dipercaya oleh sebagian besar masyarakat dunia.
Bahkan untuk kalender hijriyah pun dalam menentukannya (hisab) menggunakan astronomi bumi bulat berotasi dan berevolusi. Perhatikan tanggal 29 dan 30 pada bulan hijriyah, itu ditentukan dari hisab peredaran bulan mengelilingi bumi dan bumi mengelilingi matahari.

Jadi jika kita menggunakan hisab murni untuk menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal maka seribu tahun lagi pun sudah bisa ditentukan dengan cara menghitung peredaran bulan mengililingi bumi dan bumi mengelilingi matahari.

Silakan Mas
Terima kasih telah mengunjungi blog saya

Namaku siapa mengatakan...

Mas bagaimana proses terjadinya 4 musim di negara subtropis dan mengapa lndonesia hanya memiliki 2 musim mohon penjelasannya?

Ikky mengatakan...

Mungkin karena fenomena perihelion dan aphelion saat musim dingin bumi sedang di posisi terjauh dan saat musim pana bumi sedang paling dekat dengan matahari

SERI BUMI DATAR?

Bukti Empiris Revolusi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Rotasi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Gravitasi + Pengantar

Seri 43 : Bantahan Cerdas Penganut FE3

Seri 42 : Bantahan Cerdas Penganut FE 2
Seri 41 : Melihat Satelit ISS sedang mengorbit Bumi
Seri 40 : Bantahan Cerdas Penganut FE

Seri 39 : Arah Kiblat Membuktikan Bumi Bulat

Seri 38 : Equation Of Time

Seri 37 : Mengenal Umbra Penumbra dan Sudut Datang Cahaya

Seri 36 : Fase Bulan Bukan Karena Bayangan Bumi
Seri 35 : Percobaan Paling Keliru FE
Seri 34 : Analogi Gravitasi Yang Keliru
Seri 33 : Belajar Dari Gangguan Satelit
Seri 32 : Mengapa Horizon Terlihat Lurus?
Seri 31 : Cara Menghitung Jarak Horizon
Seri 30 : Mengapa Rotasi Bumi Tidak Kita Rasakan
Seri 29 : Observasi Untuk Memahami Bentuk Bumi
Seri 28 : Permukaan Air Melengkung
Seri 27 : Aliran Sungai Amazon
Seri 26 : Komentar dari Sahabat
Seri 25 : Buat Sahabatku (Kisah Kliwon menanggapi surat FE101 untuk Prof. dari LAPAN)
Seri 24 : Bukti Empiris Gravitasi
Seri 23 : Bukti Empiris Revolusi Bumi
Seri 22 : Bukti Empiris Rotasi Bumi
Seri 21 : Sejarah Singkat Manusia Memahami Alam Semesta

Seri 20 : Waktu Shalat 212
Seri 19 : Kecepatan Terminal
Seri 18 : Pasang Surut Air Laut
Seri 17 : Bisakah kita mengukur suhu sinar bulan?
Seri 16 : Refraksi
Seri 15 : Ayo Kita Belajar Lagi
Seri 14 : Perspektif
Seri 13 : Meluruskan Kekeliruan Pemahaman Gravitasi
Seri 12 : Teknik Merasakan Lengkungan Bumi
Seri 11 : Gaya Archimedes terjadi karena gravitasi
Seri 10 : Azimuthal Equidistant
Seri 9 : Ketinggian Matahari pada bumi datar
Seri 8 : Bintang Kutub membuktikan bumi bulat
Seri 7 : Satelit Membuktikan Bumi berotasi
Seri 6 : Rasi Bintang membuktikan bumi berputar dan berkeliling
Seri 5 : Gravitasi membuktikan bumi bulat
Seri 4 : Besi tenggelam dan Gabus terapung
Seri 3 : Gaya gravitasi sementara dirumahkan
Seri 2 : Bola Golf jadi Penantang
Seri 1 : Satelit yang diingkari